placeholder

your best pick for something trivial


Popcorner: Eternal Sunshine (2024)

Diversifikasi konten, gays. Mengikuti saran Kak Daniel, tidak ada salahnya juga untuk memanfaatkan hal-hal yang cukup umum dan tidak personal untuk menyampaikan sesuatu secara personal.

Nah, popcorner ini sendiri sebenarnya program yang kubuat saat mengelola blog yang dimiliki oleh kantor lama. Pada dasarnya, kontennya mengulas produk-produk budaya populer seperti film, musik, dan semacamnya, kemudian mencoba membedah lagi isinya dengan perspektif gender yang sejalan dengan visi misi kantor.

Karena aku perlu diversifikasi konten, padahal aku pemalas, jadi aku ingin memunculkan pula popcorner ini di blog personal milikku. Tetap dengan mengulas produk-produk budaya populer yang kukonsumsi, tetapi alih-alih membedahnya dengan pisau gender seperti di kantor lama, aku ingin membahas relevansi produk budaya populer ini dengan kehidupan personalku.

Sebagai posting perdana, aku ingin membahas album Eternal Sunshine dari Ariana Grande yang dirilis pada tahun 2024 lalu (kemudian dirilis ulang pada tahun 2025 dengan judul Eternal Sunshine Deluxe: Brighter Days Ahead.

Berhubung yang kudengarkan adalah versi rilis tahun 2024, jadi kita akan bahas yang itu saja, ya!

Sempat mengelola akun media sosial sebuah band indie saat di Jogja, dan kerap dilibatkan dalam manajemen band pula, aku cukup memahami bahwa setiap musisi umumnya memiliki idealisme sendiri dalam menetapkan setting dari album yang dibuatnya. Misalnya saja dengan mengatur urutan lagu dan juga, untuk album digital, mengatur bagaimana default album tersebut diputar (shuffled or not? automatically repeat or not?).

Jadi, saat memutar Eternal Sunshine Deluxe di Spotify, aku melihat dulu bagaimana default yang ditetapkan oleh Ariana Grande. Setting default untuk album ini adalah no suffle, repeat all. Artinya apa, Saudaraku sekalian? Artinya album ini dimaksudkan untuk dinikmati secara berurutan dari lagu pertama hingga terakhirnya, dan demikianlah aku mendengarkan album ini.

Dimulai dengan intro (end of the world), sejujurnya menurutku ini salah satu lagu terbaik dalam album ini. Dengan durasi 1.32 menit, lagu ini bisa secara gamblang membuatku berpikir, “Oh, ini akan jadi album yang kontemplatif.”

Lagu selanjutnya adalah bye, yang menurutku cukup biasa saja. Liriknya menarik dan lucu, tetapi tidak begitu istimewa, sekalipun memang tetap menyenangkan untuk didengarkan. Dilanjut dengan lagu don’t wanna break up anymore, and I have to say that this song vibes well with me, personally.

Melodi yang digunakan oleh don’t wanna break up anymore cukup mengingatkan pada lagu-lagu Mariah Carey, tetapi tetap tidak kehilangan feel yang disampaikan Ariana dari dua lagu sebelumnya. Lagu ini juga menjadi salah satu favoritku dalam album ini.

Lagu selanjutnya adalah Saturn Returns Interlude dengan durasi kurang dari satu menit. Sesuai namanya, lagu ini menjadi interlude yang membawaku masuk lebih mudah pada eternal sunshine, lagu selanjutnya yang juga menjadi title track dari album ini.

Menurutku, eternal sunshine merupakan lagu yang sangat Ariana Grande sekali. Tidak terlalu rnb seperti kebanyakan lagunya, memang, tetapi juga tak penuh sesak oleh nada-nada tinggi. Sedikit falsetto di beberapa titik yang seolah mengingatkan kita bahwa saat ini kita tengah mendengar lagu Ariana Grande.

supernatural menjadi lagu berikutnya. Sejujurnya, lagu ini terasa biasa saja karena tak membawa banyak perubahan dari lagu-lagu sebelumnya. Masuk ke true story, Ariana mulai kembali dengan nada-nada tinggi yang kerap menjadi ciri khas lagu-lagu miliknya. Tidak ada nilai tambah lain pada lagu ini, jadi sebenarnya lagu ini tak masuk dalam daftar lagu yang kufavoritkan dari album ini.

Lagu berikutnya, the boy is mine, terasa biasa saja secara melodi. Tak banyak perubahan, tetapi entah mengapa secara lirik aku merasa lagu ini cukup menarik dan menyenangkan untuk didengarkan. Dilanjutkan dengan yes, and? yang memberikan feels berbeda, tetapi sejujurnya aku tak begitu suka dengan lagu ini.

we can’t be friends (wait for your love), terasa sedikit berbeda dengan yes, and?, setidaknya di paruh pertamanya. Sama seperti yes, and, we can’t be friends (wait for your love) merupakan salah satu lagu yang sudah mendapatkan video musik, jadi sebenarnya ini bukan pengalaman pertamaku mendengarkan kedua lagu tersebut.

Selanjutnya, ada i wish i hated you dengan komposisi yang lebih shooting dibandingkan lagu-lagu lain, jadi lagu ini memberikan rasa yang berbeda ketika didengarkan berurutan setelah lagu-lagu sebelumnya. Kemudian, imperfect for you yang diputar setelahnya membawa tensi untuk naik sekali.

Personally, I think ‘imperfect for you’ is written with the full intention of showing how imperfect we really are. Kalu diperhatikan dengan saksama, kamu akan mendengar beberapa bagian dinyanyikan secara off-beat. I’m autistic, so listening to something THAT off beat is kinda… annoying. It really highlights the imperfection of this song and its perfection when we consider how it is entirely intentional.

Di satu sisi, aku tidak bisa suka imperfect for you karena komposisi lagunya yang demikian, tetapi di sisi lain, harus diakui bahwa lagu ini diproduksi secara cerdas.

ordinary things (feat. Nonna) menjadi penutup yang tepat untuk Eternal Sunshine Deluxe. Menariknya, lagu ini juga ditutup dengan kutipan dari Nonna. Sedikit mengingatkan pada album pertama SZA.

Mendengarkan keseluruhan album Eternal Sunshine Deluxe secara berurutan dari lagu pertama hingga terakhir, kita seolah diajak untuk merangkai perjalanan Ariana Grande dalam menghadapi perpisahan, sekaligus perjalanan memulai kebahagiaan yang baru.

Menurutku, album ini cukup menyenangkan untuk didengarkan dalam berbagai situasi.



One response to “Popcorner: Eternal Sunshine (2024)”

  1. I think I need to think of a better format for this new content

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.