placeholder

your best pick for something trivial


Tentang Menamai (Pola)

Jujur, aku termasuk orang yang kesulitan dengan wajah dan nama. Kurang tahu, ya. Mungkin karena kepalaku terkadang terlalu penuh, jadi sulit untuk mencocokkan antara wajah dengan nama; bahkan untuk orang-orang terdekat yang berinteraksi setiap hari denganku.

Sering kali, saat ingin memanggil seseorang, nama yang ingin kupanggil tertukar dengan nama lainnya. Biasanya, aku hanya mengingat satu atau dua huruf dari nama yang ingin dipanggil, kemudian menyebutkan nama lain yang juga memiliki satu atau dua huruf tersebut. Misalnya saja, saat ingin memanggil ‘Arzian’, nama yang terucap adalah ‘Ariana’.

Untuk kasus tersebut, sepertinya karena trait autistik yang kumiliki saja, sih, bukan karena kepalaku terlalu penuh. Pasalnya, kejadian tersebut kerap kualami juga ketika kepalaku sedang kosong, sih.

Kejadian yang sama juga sering sekali terjadi saat menjelaskan nama. Aku kerap mengasosiasikan sebuah nama dengan fungsi yang dimilikinya. Ini sering sekali terjadi saat menjelaskan nama makanan.

Aku ingat, dulu ada teman yang sebal saat memintaku menjelaskan suatu makanan, dan aku hanya menjabarkan namanya. “Babi kecap itu ya babi, dimasak pakai kecap.”, “Babi kuah itu babi, dikasih kuah, nah, kuahnya ini yang enak, babi banget!”, “BPK itu babi yang dipanggang dengan cara memanggang orang Karo.”

Salahku juga, sih, karena nama-nama makanan itu, kan, sudah self-explanatory. Mungkin penjelasan yang diinginkan itu mencakup rasanya seperti apa, teksturnya bagaimana, apa yang menurutku membuat makanan itu enak, dan semacamnya. Namun, ya, begitulah, sulit bagiku untuk menjelaskan sesuatu secara mendetail, selain dengan fungsi yang sudah kuasosiasikan dengan nama tersebut.

Menariknya, namaku sendiri juga cukup self-explanatory. Nama lengkapku menunjukkan bahwa aku adalah anak bungsu yang bermasalah; anak terakhir yang bisa memberikan pelajaran bagi orang tuaku, dan diharapkan sebagai pelajaran terakhir yang mereka pahami.

Dari namaku, aku percaya bahwa nama adalah doa. Pasalnya, dengan nama yang sudah sangat bungsu sekali ini, orang tuaku ternyata tidak belajar, dan enam tahun setelah aku lahir, mereka memiliki anak lagi. Namun, karena nama adalah doa, adikku tersebut meninggal dan aku tetap menjadi pelajaran terakhir bagi orang tuaku (wkwkwk moment, sorry mom).

Mungkin juga, karena namaku sendiri sudah self-explanatory, aku jadi merasa bahwa nama sudah sepantasnya self-explanatory dan tidak membutuhkan penjelasan tambahan. Jadi aku pun kesulitan dengan nama, termasuk untuk menamai sesuatu.

Aku menamai laptopku dari merek yang dimilikinya. Karena mereknya adalah Axioo, aku menamai laptop pertamaku sebagai Cio. Laptop keduaku, ekspi, diambil dari mereknya: Hewlett Packard, atau HP.

Nama boneka lebih parah lagi. Boneka hiuku, kunamai Mr. Blue Collar karena warnanya yang biru, sementara boneka gajahku kunamai Mr. Chi for Chi karena dia putih seperti orang China (racist time!) dan boneka beruangku kunamai Mr. Muscleguy Gymrat karena dia besar, kokoh, dan aku sangat sayang dengannya.

I really have a terrible sense of naming.

Karena aku sangat bodoh dalam menamai sesuatu, aku membutuhkan pola. Bisa menamai dari merek yang dimiliki, atau menamai dari sifat yang kuasosiasikan dengan benda atau nama tersebut.

Nah, untuk blog ini sendiri. Penamaan setiap posting juga memiliki pola yang mungkin sudah kalian sadari: Tentang + kata kerja aktif + (kata benda atau kata sifat yang sering dimaknai secara negatif). Pola ini kupilih sebenarnya, selain karena aku tidak pandai memberi nama atau judul, juga karena aku membutuhkan bantuan untuk dapat menulis secara terstruktur.

Aku kerap menulis tanpa kerangka. Tidak aneh, sebenarnya, karena tujuanku menulis adalah untuk membuka diriku sendiri, jadi menulis tanpa kerangka membantuku mengidentifikasi pikiran yang melintas di kepalaku dan menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Kata kerja kupilih karena lebih mudah bagiku untuk menulis tentang fungsi; sesuatu yang teknis, karena memang aku memiliki keterbatasan untuk berpikir secara abstrak. Namun, menulis satu posting penuh tentang satu hal teknis tentu sulit, kan? Terlebih menulis tanpa kerangka dan benar-benar membiarkan apa yang ada di kepalaku mengalir. Namun, aku tetap membutuhkan struktur, oleh karena itu aku membatasi out of topic dalam tulisanku dengan kata benda atau kata sifat yang sudah kutentukan.

Dengan being fixated terhadap dua kata tersebut (kata kerja dan kata benda atau kata sifat), aku membangun kerangka tulisanku saat menulis … dan itulah pola penamaan judul posting dalam blog ini.



One response to “Tentang Menamai (Pola)”

  1. kalo hamba pikir ulang, ternyata hamba orangnya cukup membosankan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.