Bicara tentang tahun baru (Selamat tahun baru!), resolusi biasanya menjadi salah satu topik yang paling menarik untuk dibahas. Bukan sesuatu yang aneh, sih, karena tahun baru toh memang bisa menjadi momen yang tepat untuk memulai niatan yang juga baru.
Namun, sebelum melanjutkan tentang resolusi tahun baru, jujur aku gatal ingin menjelaskan mengapa kita sebaiknya tidak menggunakan istilah ini; baik di momen tahun baru atau di momen-momen lain.
Banyak dari kita yang menganggap resolusi sebagai sebuah keputusan untuk melakukan sesuatu. Dalam bahasa asalnya, ‘resolution‘, makna tersebut memang benar. Namun, dalam bahasa Indonesia, resolusi sebenarnya memiliki makna yang berbeda.
Jika kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, resolusi dimaknai sebagai kebulatan pendapat yang ditetapkan dalam sebuah musyawarah, umumnya berisi tuntutan terkait sesuatu yang dirapatkan dalam musyawarah tersebut. Dengan kata lain, resolusi tahun baru yang sifatnya individual, sebenarnya kurang tepat. New year resolution, on the other hand, is fine.
Entah karena salah kaprah tersebut, atau mungkin ada trauma masa kecil yang belum pernah digali, aku sering kali tidak pernah menetapkan new year resolution, dan momen tahun baru hanya difungsikan sebagai tambahan hari libur yang bisa digunakan untuk beristirahat.
Pun demikian, tahun ini agaknya aku ingin memulai hidup dengan cara yang sedikit berbeda. Tetap tidak memiliki new year resolution, tentu, tetapi aku sangat berharap untuk bisa terus melanjutkan komitmen yang sudah kubuat pada tahun sebelumnya. Rutin menerbitkan posting dalam blog ini, misalnya saja, atau rutin memperbaiki postur dan bentuk tubuh di gym, contoh lainnya.
Aku membuat blog ini di awal September tahun lalu, dan sejujurnya komitmen ini masih belum bisa dibilang sempurna eksekusinya. Pasalnya, dari tiga bulan tersebut, posting di blog ini masih di bawah sepuluh.
Pergi ke gym pun tak jauh berbeda, meski memang sedikit lebih baik. Dari dua bulan berjalan sejak aku pertama kali mendaftar menjadi anggota, aku mungkin hanya mengunjungi gym tersebut sekitar 30 kali saja. Walau terlihat sebagai angka yang besar, 30 dari 61 hari dalam dua bulan jelas tak sampai setengahnya, kan?
Menariknya, satu hal yang kusadari, kedua komitmen tersebut sebenarnya komitmen yang cukup mahal. Untuk blog, aku harus menyisihkan biaya server dan domain tiap tahunnya, dan untuk gym, ada biaya keanggotaan tahunan. Belum lagi biaya-biaya lain yang harus kukeluarkan untuk membeli pakaian gym serta smartwatch dan earpods (kinda like them, tho, so … well …).
Jadi, sekalipun mungkin di tahun 2025 ini aku terlihat seperti memiliki new year resolution; komitmen yang ingin kujaga dan kupertahankan, atau bahkan kutingkatkan, bukan berarti aku tidak berjalan tanpa arah.
Aku merasa komitmen ini terasa palsu, sesederhana karena komitmen ini tidak berasal dari keinginanku sendiri untuk bergerak maju, tetapi karena sayang sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Jujur, sekalipun aku sebenarnya sebal dan ingin mengoreksi mereka yang memiliki ‘resolusi’ untuk tahun barunya, aku sedikit iri karena orang-orang ini sesungguhnya cukup berani untuk memiliki komitmen dalam melakukan sesuatu yang mereka rencanakan di tahun yang baru. Terutama ketika aku sendiri merasa bahwa aku hanya terus berjalan, tanpa ada arah destinasi akhir yang benar-benar ingin aku tuju.
Leave a Reply